MIND ID Küresel Otomotiv Endüstrisini Desteklemeye Doğru


INFO NASIONAL – Pada tanggal 17 Januari, 1974, mantan Presiden Soeharto mengundang Perdana Menteri Jepang, Tanaka Kakuei ke Indonesia. Dua tahun setelah pertemuan itu, pada Januari 1976, PT Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) yang dioperatori Jepang, membangun pabrik aluminium pertama di tanah air.

Kehadiran Jepang di INALUM sangatlah penting karena setelah itu, Jepang menjadi investor asing terbesar di Indonesia. Mereka masuk ke proyek-proyek besar dalam negeri, mulai dari proyek Arun LNG di Aceh sampai pembangunan LNG Bontang, Kalimantan Timur.

Okumaya devam etmek için aşağı kaydırın

Di industri otomotif, Jepang hampir menguasai  90 persen pasar Indonesia. Meskipun ada upaya persaingan dari Eropa, Amerika Serikat, Korea Selatan dan sekarang dominasi Cina, namun Jepang tetap kokoh di repulik ini. 

[–>

Sejak awal Jepang mengontrol INALUM, mereka sudah memproduksi aluminium. Aluminium adalah material kunci untuk produksi otomotif, komponen alat berat, industri konstruksi dan sekarang bahan baku pengembangan baterai kendaraan listrik. Konsumsi material-material itu tumbuh secara eksponensial di Indonesia. Indonesia bahkan menjadi negara terbesar pasar otomotif di Asia Tenggara. 

Namun, dominasi Jepang di INALUM harus berakhir karena aturan undang-undang di sektor pertambangan paska reformasi mengharuskan semua perusahaan asing wajib mendivestasikan saham kepada pemerintah Indonesia baik lewat BUMN, BUMD dan swasta nasional sebesar 51 persen. Itu sudah diamanatkan dalam UU No.4 Tahun 2009, Tentang Mineral dan Batubara yang telah direvisi lagi menjadi UU No.3 Tahun 2020 dan direvisi kembali menjadi UU No.2 Tahun 2025. Dengan semangat reformasi, INALUM kemudian diambil-alih perusahaan BUMN sejak tahun 2014 dan sekarang menjadi anggota holding Mineral Industri Indonesia (MIND.ID).

[–>

MIND ID beruntung mengambil alih INALUM, karena begitu strategisnya perusahaan itu bagi industri otomotif di tanah air dan Asia. Dengan mengontrol INALUM, Indonesia mampu mengontrol bahan baku bagi industri otomotif global, terutama Jepang dan Korea Selatan yang  menguasai pasar dunia otomotif. Industri otomotif berkembang jika ada industri aluminum yang kuat.

Dengan mengambil alih INALUM, MIND ID menjadi pemasok utama aluminium untuk pengembangan baterai kendaraan listrik yang sekarang sedang gencar didorong negara-negara Eropa, Amerika Serikat, Cina, Korea Selatan dan Jepang. Produsen-produsen otomotif sekarang gencar memproduksi kendaraan listrik dan mengurangi produksi kendaraan berbasis fosil, karena imperative global menuju transisi energi. Dengan ekspansi kendaraan listrik, MIND ID ikut berpartisipasi dalam pengembangan kendaraan listrik di tanah air.  

Sejak tahun 2017, total permintaan aluminum negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan dan Cina tumbuh di atas 17 persen. Permintaan aluminum Jepang untuk otomotif, misalnya menjadi 2 juta ton tahun 2025 dan Cina 17.3 juta ton tahun 2025.

Permintaan yang begitu besar pada aluminium meningkatkan industri otomotif dan produksi kendaraan listrik negara-negara itu. Indonesia mestinya bisa mengambil keuntungan dari permintaan besar Jepang tersebut. Karena permintaan Jepang bukan hanya untuk otomotif, tetapi juga untuk packaging dan konstruksi. Indonesia adalah salah satu produsen ingot terbesar untuk Jepang melalui, INALUM. INALUM memiliki kapasitas produksi  di atas 300.000 ton per tahun. 

Lebih menarik lagi karena INALUM dan anggota MIND ID lainnya seperti PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) telah meresmikan proyek Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) fase 1 di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat dengan kapasitas produksi sebesar 1 juta ton alumina per tahun. Dari total produksi itu, 500.000 matrik ton akan digunakan INALUM sebagai bahan baku utama produksi aluminium dan sianya 500.000 metrik ton akan dialokasikan untuk memenuhi permintaan pasar. ANTM menjadi salah satu produsen bauksit terbesar di tanah air.

Bauksit saling terkait dengan aluminum. Produksi bauksit ANTM bisa dipasok ke smelter INALUM untuk dikelolah menjadi alumina. Struktur industri itu bisa dicermati begini; 1 ton alumina membutuhkan 3 ton biji bauksit. Itu artinya, ekspor biji bauksit Indonesia setara dengan hampir 12 juta ton alumina. Sementara 1 ton Ingot membutuhkan 2 ton alumina. Itu artinya, Indonesia mengekspor rata-rata 6 juta ton aluminium per tahun. Dengan harga yang terus naik, sangatlah potensial bagi MIND ID memperoleh pendapatan dari alumina yang sangat fantastis ke depan. 

Itu menjadi langkah strategis untuk mampu melakukan penetrasi di pasar domestik dan global di tengah produksi otomotof yang kian meningkat dan produksi kendaraan listrik global.  INALUM juga harus bisa bekerja sama dengan beberapa IUP bauksit di tingkat lokal, seperti Harita Group agar rantai pasokan aman.

Dengan pembangunan hilirisasi yang dilakukan anggota holding MIND ID, Indonesia yang selama ini cenderung mengekspor 40 juta ton bauksit per tahun ke Cina, memasuki fase baru, menuju industrialisasi. Perusahaan-perusahaan Cina kemudian dipaksa mengimpor alumina dari Indonesia jika industri otomotifnya ingin berkembang.

Proyek-proyek ambisius MIND ID dan anggota holding tambang BUMN di atas penting agar Indonesia tak jatuh dalam defisit terus-menerus. Defisit bukan hanya terjadi di sektor minyak dan gas. Sejak tahun 2007-2024, Indonesia mengalami defisit besar di sektor manufaktur. Ledakan impor bahan baku dan komponen-komponen untuk mesin industri begitu besar.

Defisit biji besi dan baja misalnya tumbuh 10 kali lipat sejak periode 2017-2024. Di sektor otomotif, seperti mobil, defisit membengkak sebesar US$ 4.3 miliar sepanjang 2017-2024. Defisit besar ini terjadi karena ledakan impor besar untuk komponen alat-alat berat. Defisit terjadi karena Indonesia terlalu lama tak mau bergerak ke proses industrialisasi.

Tantangan pembangunan industri aluminum tentu saja terletak pada pasokan energi. Mega proyek ini menuntut pemerintah melalui PLN (Persero) untuk menyediakan pasokan listik. INALUM juga bisa diandalkan untuk mamasok energi murah dengan adanya hydropower, selain pengembangan energi alternatif. Diharapkan listrik yang dipasok ke BUMN tambang tak mahal, tetapi sesuai harga kompetitif, sehingga proyeknya menguntungkan BUMN dan negara. (*)

Direktur Eksekutif Indonesia Mining & Energy Watch



Kaynak bağlantısı