DPR MKD Oturumundan Çeşitli İçerikler Ahmad Sahroni, Eko Patrio ve Adies Kadir


MAHKAMAH Kehormatan Dewan atau MKD DPR melanjutkan agenda persidangan terhadap lima anggota DPR nonaktif. Agenda yang dihelat pada sidang Senin, 3 November 2025, ialah permintaan keterangan saksi dan pendapat ahli.

Adapun kelima anggota DPR nonaktif yang disidangkan itu adalah Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Partai NasDem; Surya Utama alias Uya Kuya dan Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio dari Partai Amanat Nasional, serta Adies Kadir dari Partai Golkar.

Okumaya devam etmek için aşağı kaydırın

Ketua MKD Nazaruddin Dek Gam mengatakan pada 4, 9, dan 30 September lalu MKD telah menerima pengaduan terhadap sejumlah anggota DPR atas dugaan perkara pelanggaran kode etik. “Teradu, yaitu saudara Adies Kadir, Nafa Urbach, Surya Utama, Eko Hendro Purnomo, dan Ahmad Sahroni,” kata Dek Gam di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta, Senin, 3 November 2025.

Mengapa Lima Anggota DPR Dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan?

Nazaruddin mengatakan Adies dilaporkan ke MKD atas penyataannya yang dinilai keliru terkait dengan tunjangan anggota DPR. Penyataan itu lantas memicu reaksi negatif yang luas di masyarakat.

[–>

Nazaruddin menyebut Nafa Urbach dilaporkan karena politikus Partai NasDem ini dianggap hedon dan tamak karena menyampaikan kenaikan gaji dan tunjangan anggota DPR sebagai suatu kepantasan.

“Lalu Surya Utama dianggap merendahkan DPR dengan berjoget dalam sidang tahunan 2025,” ujar politikus PAN tersebut. Laporan terhadap Eko Hendro Purnomo serupa dengan Surya Utama, yaitu dianggap merendahkan DPR dengan berjoget dalam sidang tahunan. Eko dinilai merendahkan DPR dengan gesturnya.

[–>

“Lima, teradu Ahmad Sahroni dilaporkan atas ucapannya langsung di hadapan publik dengan menggunakan diksi yang tidak pantas,” kata Nazaruddin.

Sidang Digelar Terbuka

MKD DPR menggelar sidang dugaan pelanggaran kode etik terhadap lima anggota DPR itu secara terbuka. “Sengaja persidangan ini dilakukan terbuka untuk memenuhi asas transparansi,” kata Dek Gam dalam persidangan MKD.

Meski begitu, ia mengingatkan agar seluruh anggota MKD yang sekaligus menjadi majelis pemeriksa dalam perkara tersebut untuk tidak memberikan komentar, kritik, pendapat, atau pembenaran terhadap perkara yang tengah ditangani. Ia juga mempersilakan awak media untuk mengutip setiap pernyataan yang disampaikan dalam persidangan. Sebab, setelah persidangan, MKD tidak akan membuka sesi tanya jawab maupun konferensi pers.

“MKD dan anggota MKD tidak akan melakukan konferensi pers di luar persidangan,” kata Dek Gam.

Sidang MKD DPR Ahmad Sahroni Cs Singgung soal Agenda Sidang Tahunan MPR

Adapun sidang MKD ini menghadirkan Deputi Persidangan Sekretariat Jenderal DPR Suprihartini. Dia memberikan keterangan sebagai saksi dalam perkara dugaan pelanggaran etik sejumlah anggota DPR nonaktif itu.

Dalam sidang, Suprihartini menjelaskan soal pelaksanaan sidang bersama MPR dan DPR pada 15 Agustus lalu. Menurut dia, Deputi Persidangan Sekretariat Jenderal DPR telah melakukan koordinasi dan komunikasi dengan tiga sekretariat lain, termasuk dengan Sekretariat Negara.

Dalam kegiatan itu, pelaksanaan sidang, termasuk susunan acara, penampilan pembawa musik, hingga pemilihan lagu daerah merupakan hal yang mengacu pada sidang di tahun sebelumnya. “Jadi, ini adalah satu proses yang sudah kami lakukan koordinasi dengan pihak terkait lainnya,” ujar Suprihartini.

Anggota MKD Habiburokhman kemudian bertanya kepada Suprihartini, apakah suasana sidang 15 Agustus lalu sama dengan suasana di sidang tahun sebelumnya. Lalu, politikus Partai Gerindra itu juga bertanya alasan pemilihan lagu daerah yang dimainkan setelah persidangan.

Suprihartini menjawab suasana sidang 15 Agustus lalu memang cukup berbeda dengan sidang sebelumnya. Menurut dia, suasana sidang terlihat lebih kompak dan cair yang dipengaruhi oleh pidato Presiden Prabowo Subianto terkait dengan pencapaian pemerintah.

Pun, kata Suprihartini, pemilihan lagu daerah dalam persidangan 15 Agustus merupakan bentuk apresiasi terhadap kebanggaan budaya daerah Indonesia yang selalu ditampilkan dalam momentum acara kenegaraan.

Habiburokhman kemudian kembali menegaskan pertanyaannya, apakah sikap anggota DPR yang berjoget dalam persidangan 15 Agustus lalu merupakan bentuk apresiasi terhadap budaya daerah.

“Betul, apresiasi terhadap budaya daerah,” jawab Suprihartini.

Ismail Fahmi Sebut Ada Keruntuhan Konteks dalam Penyebaran Narasi Anggota Dewan Joget di Sidang Tahunan

Pendiri media kernel Drone Emprit, Ismail Fahmi, turut menjadi saksi ahli dalam sidang kasus dugaan pelanggaran kode etik terhadap lima anggota DPR ini.

Dalam persidangan, Wakil Ketua MKD DPR Tubagus Hasanuddin bertanya beberapa hal kepada Ismail Fahmi. Misalnya, Tubagus meminta pendapat Ismail terkait potongan rekaman video anggota DPR yang berjoget di sidang tahunan serta pelbagai unggahan konten yang disebarkan oleh akun anonim di media sosial.

Ismail lantas menjelaskan bahwa dalam rekaman video yang ditayangkan, anggota DPR berjoget karena terdapat iringan musik. Sikap serupa dilakukan oleh orang-orang yang hadir di Istana Negara saat merayakan HUT Ke-80 RI, pada 17 Agustus 2025.

Dalam video itu, kata Ismail, orang-orang di Istana Negara juga terlihat ikut bernyanyi, merasa senang, dan turut berjoget ketika mendengar alunan musik. Masalahnya, meski serupa dengan rekaman video di Istana Negara, narasi yang dihadirkan dalam rekaman video anggota DPR yang berjoget mengalami pergeseran.

“Ketika itu disajikan dengan konteks yang lain, dengan narasi yang lain, misalnya, lihat anggota Dewan joget-joget karena gajinya naik. Nah, ini namanya ada dua konteks yang berbeda, satu gaji naik, satu lagi karena joget. Ketika disambungkan, itu context collapse,” kata Ismail.

Tubagus Hasanuddin kemudian meminta Ismail menegaskan pendapatnya tentang context collapse tersebut. Ismail menjawab jika context collapse merupakan sesuatu yang berbahaya.

“Pendapat saya, ini sesuatu yang berbahaya. Saat Covid-19, misalnya, ini terjadi dan menyebabkan banyak orang enggan divaksin karena penumpukan narasi context collapse ini,” ujar Ismail.

Ismail Fahmi: Ada Penggiringan Opini di Demonstrasi Agustus

Dalam persidangan, Ismail Fahmi mengatakan ada upaya mengggeser narasi secara terstruktur sebelum pecahnya demonstrasi yang berujung kerusuhan, pada akhir Agustus 2025. “Saya lihat ada penggiringan opini dari awal yang sudah diciptakan pada demonstrasi di DPR lalu,” kata Ismail.

Ia mengatakan berbagai narasi tersebut digiring oleh akun-akun anonim di media sosial. Analisis Drone Emprit saat itu menemukan adanya tren narasi demo DPR yang melonjak sejak 19-25 Agustus 2025 atau saat pertama kali demonstrasi massa pecah.

Hasil analisis Drone Emprit, kata Ismail, menemukan adanya narasi demonstrasi di DPR sejak 10 Agustus 2025. Tapi narasi itu hanya menyebutkan mengenai rencana demonstrasi serikat buruh, pada 25 Agustus 2025.

Berselang empat hari, terjadi pergeseran narasi di media sosial, khususnya TikTok. Saat itu narasi yang berkembang memuat arahan tertentu. “Analisis itu menunjukan bahwa penyebar informasi bukan dari akun buruh, dan narasi mulai diarahkan untuk berdemonstrasi ke DPR,” ujar Ismail.

Andi Adam Faturahman berkontribusi dalam penulisan artikel ini.



Kaynak bağlantısı