Dolaylı Bölge Seçimi Teklifini Reddedenler


‎USULAN Partai Golkar untuk mengubah sistem pemilihan kepala daerah (pilkada) memantik beragam reaksi. Partai berlambang pohon beringin itu mendorong agar pemilihan gubernur, wali kota, dan bupati kembali dilakukan melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) atau secara tidak langsung.

Golkar menilai skema pilkada tak langsung tetap mencerminkan kedaulatan rakyat karena melibatkan wakil-wakil yang dipilih melalui pemilu. Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia menyebut sistem tersebut juga dapat menekan tingginya ongkos politik yang selama ini membebani pasangan calon.

[–>

Menurut Bahlil, pemilihan gubernur, wali kota, dan bupati secara langsung justru kerap mendatang malapetaka. “Orang cerai gara-gara pilkada. Di kampung saya, orang tidak mau menegur saya gara-gara pilkada,” ujar Bahlil dalam keterangannya pada Ahad, 21 Desember 2025.

Okumaya devam etmek için aşağı kaydırın

‎Sejumlah partai politik di koalisi pemerintahan mendukung usulan pilkada tak langsung tersebut. Selain Partai Golkar, terdapat Partai Gerindra, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Partai politik lainnya seperti NasDem, Demokrat, dan Partai Amanat Nasional (PAN) belum bersikap.

[–>

‎Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem Lestari Moerdijat menyatakan isu mengembalikan pilkada tak langsung itu masih dibahas partainya. Belum ada keputusan apa pun dari hasil kajian partai pimpinan Surya Paloh tersebut. “(Hasil pembahasan kami) nanti menjadi suatu kebijakan politik,” katanya ditemui di kompleks MPR/DPR, Jakarta pada Senin, 22 Desember 2025.

‎Di samping dukungan dari gerbong pemerintahan tersebut, usulan pilkada tak langsung mendapat penolakan dari pelbagai elemen. Mulai dari partai politik, organisasi kemasyarakatan, hingga kelompok masyarakat sipil. Tempo merangkum pihak-pihak yang menolak sistem pilkada tak langsung kembali diterapkan.

[–>

‎1. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)

‎Legislator dari fraksi PDIP, Komarudin Watubun mengatakan partainya tetap konsisten menolak perubahan sistem pilkada dari langsung menjadi tidak langsung. Penolakan partai banteng ihwal pilkada dipilih lewat DPRD pernah dilakukan pada 2014 silam.

‎Dia mengatakan pelaksanaan pilkada secara langsung sebagai mekanisme yang tepat. Sebab, kata dia, melalui pemilihan langsung itu masyarakat pemilih bisa dilibatkan dalam pemilihan kepala daerah secara demokratis. “Kami sebagai oposisi tentu menolak,” kata anggota Komisi bidang Pemerintahan DPR, pada Senin, 22 Desember 2025.

‎2. Ormas Gerakan Rakyat

‎Ketua Umum Gerakan Rakyat Sahrin Hamid mengatakan pelaksanaan pilkada langsung merupakan sistem yang ideal diimplementasikan di negara demokrasi. Menurut dia, belum saatnya masyarakat menggadai kepercayaan memilih kepala daerah kepada DPRD. “Ketika ada krisis kepercayaan terhadap wakil (rakyat), maka belum saatnya kewenangan untuk pemilihan-pemilihan (diwakilkan),” ucapnya pada Senin, 22 Desember 2025.

‎Selain itu, dia berpendapat problem mahalnya ongkos politik dalam pilkada semestinya tidak menjadi alasan untuk mengusulkan pilkada tak langsung. Menurut dia, dalih semacam itu justru mereduksi hak berdemokrasi yang dimiliki masyarakat. “Apa yang menjadi hak rakyat untuk memilih pemimpin tidak bisa diambil dengan alasan ekonomis,” ucap Sahrin.

‎3. Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi)

‎Peneliti Formappi Lucius Karus menyatakan menolak usulan pilkada tak langsung tersebut. Dia menilai ide mengembalikan pilkada dipilih DPRD hanya untuk memenuhi kepentingan elite partai politik di gerbong kekuasaan. 

‎Dia menilai praktik pilkada tidak langsung justru akan menyebabkan legitimasi kepala daerah dapat menurun. Sebab pemerintah pusat dapat mengendalikan kepala daerah yang dihasilkan melalui pemilihan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD.

‎Menurut dia, pilkada tidak langsung juga membuat pemerintahan di daerah cenderung tertutup. Akibatnya kepala daerah dan legislatif di daerah dapat sewenang-wenang menjalankan pemerintahan tanpa perlu mempertimbangkan rakyat. “Pemerintahan yang tertutup bisa jadi sarang terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme,” kata dia dihubungi pada Senin, 22 Desember 2025.

‎4. Koalisi untuk Kodifikasi UU Pemilu

‎Belasan organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam koalisi ini menolak wacana mengembalikan pilkada tak langsung. Adapun koalisi ini terdiri dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Pusat Studi Konstitusi FH Universitas Andalas, Pusat Kajian Politik UI, Koalisi Perempuan Indonesia, Network for Democracy and Electoral Integrity, Indonesia Corruption Watch, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Themis Indonesia, Migrant Care, Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia, Southeast Asia Freedom of Expression Network, dan Remotivi.‎

‎”Menolak secara tegas setiap wacana dan upaya legislasi yang bertujuan mengembalikan mekanisme pilkada menjadi tidak langsung melalui DPRD,” demikian pernyataan sikap Koalisi untuk Kodifikasi UU Pemilu dikutip pada Senin, 22 Desember 2025.

‎Peneliti dari Perludem, Haykal mengatakan pelaksanaan pilkada tidak langsung bertentangan dengan prinsip-prinsip konstitusional. Pilkada melalui DPRD, kata dia, justru hanya mengurangi kedaulatan rakyat. “Juga membuka ruang transaksi politik yang lebih gelap di balik pintu tertutup DPRD,” ujar dia dalam keterangannya pada Senin, 22 Desember 2025.

‎Andi Adam dan Dian Rahma berkontribusi dalam penulisan artikel ini.



Kaynak bağlantısı