PEMERINTAH mengagendakan pengumuman pemberian gelar pahlawan nasional kepada mantan presiden Soeharto di tengah derasnya gerakan penolakan. Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengatakan nama Soeharto akan diumumkan bersama sembilan nama kandidat lainnya pada momentum Hari Pahlawan, 10 November.
Pilihan editor: Perusahaan Inklusif dalam Bursa Tenaga Kerja Disabilitas
Okumaya devam etmek için aşağı kaydırın
Politikus Partai Gerindra ini mengklaim pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto dan nama lainnya merupakan bentuk penghormatan kepada mereka yang dianggap telah memberikan jasa luar biasa kepada bangsa dan negara.
[–>
“Bagaimana kami menghormati para pendahulu, terutama para pemimpin, yang apa pun sudah pasti memiliki jasa yang luar biasa terhadap bangsa dan negara,” kata Prasetyo usai mengikuti rapat terbatas di rumah Prabowo di Kertanegara, Jakarta, Ahad, 9 November 2025.
Usul menjadikan nama Soeharto sebagai pahlawan nasional sempat dicetuskan Partai Golkar dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa pada 2016 lalu. Namun, saat itu usul tersebut ditolak lantaran rekam jejak buruk Soeharto saat berkuasa selama 32 tahun.
[–>
Usul menjadikan Soeharto sebagai pahlawan nasional tak hanya sekali dilakukan. Tempo merangkum linimasa waktu pengusulan nama Soeharto untuk jadi pahlawna nasional:
Dua tahun setelah mangkat, Gubernur Jawa Tengah saat itu Bibit Waluyo dan Bupati Karanganyar Rina Iriani Sri Ratnaningsih mengusulkan nama Soeharto untuk memperoleh gelar pahlawan nasional.
Menurut Bibit, segala kelebihan dan kekurangan mertua Presiden Prabowo Subianto itu telah banyak berjasa dalam proses pembangunan di Indonesia. “Jadi, kalau saya menilai Pak Harto laik diberikan gelar pahlawan nasional,” kata Bibit, Desember 2010.
Usul memberikan Soeharto gelar pahlawan nasional saat itu tak diterima pemerintah. Alasannya, gelar tersebut tak dapat diberikan pada tahun itu dengan pertimbangan, salah satunya kontroversi rekam jejak Soeharto dan ketetapan MPR Nomor 11/MPR/1998.
Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar mengusulkan agar Soeharto diberi gelar pahlawan nasional. Ketua Umum Partai Golkar saat itu, Aburizal Bakrie, mengatakan Soeharto telah banyak berjasa bagi bangsa dan negara Indonesia.
“Partai Golkar pernah mengusulkan Soeharto jadi pahlawan nasional tapi belum berhasil. Kali ini, Munas mengusulkan kembali ke DPP agar Soeharto diangkat jadi pahlawan nasional,” kata Aburizal dalam pidatonya di Munaslub Golkar pada Mei 2016.
Usul menjadikan Soeharto sebagai pahlawan nasional lagi-lagi tak dapat diterima. Salah satu pertimbangannya, ialah rekam jejak dan ketetapan MPR Nomor 11/MPR/1998. Ketetapan MPR ini merupakan amanat gerakan Reformasi 1998.
Ketetapan MPR itu berisi soal pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotismen bagi pejabat ataupun keluarga dan kroninya. Nama Soeharto masuk dalam ketetapan MPR itu.
Usul memberikan gelar pahlawan nasional bagi Soeharto terus menggelinding kendati kandas beberapa kali. Usulan ini menguat setelah MPR menghapus nama Soeharto dalam Ketetapan MPR Nomor 11/MPR/1998 dalam rapat pimpinan MPR pada 23 September 2024.
Penghapusan nama Soeharto dalam ketetapan itu diusulkan oleh Fraksi Partai Golkar di MPR. Beberapa pekan setelah nama Soeharto dicabut, Bambang Sadono Center mengusulkan nama Soeharto sebagai calon pahlawan nasional kepada pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
Pada tahun yang sama, Kementerian Sosial mengatakan telah menerima sepuluh usulan nama calon yang bakal dianugerahi gelar pahlawan nasional. Dari sepuluh nama, salah satunya adalah Soeharto.
“Untuk 2025, ada sepuluh yang kami terima. Empat usulan baru dan enam usulan kembali pada tahun sebelumnya,” kata Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Kementerian Sosial, Mira Riyati Kurniasih pada Maret 2025.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf menyatakan Soeharto memenuhi syarat menerima gelar pahlawan nasional. Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) mengklaim nama Soeharto telah memenuhi syarat sejak lama, yaitu sejak diusulkan pada 2010 dan 2016 lalu.
Syahdan, nama Soeharto diserahkan kepada Ketua Dewan Gelar sekaligus Menteri Kebudayaan Fadli Zon. Politikus Partai Gerindra itu menyatakan Soeharto laik dianugerahi gelar pahlawan nasional karena tak pernah ada bukti terlibat dalam genosida 1965-1966.
“Kita bicara sejarah dan fakta, apa faktanya? Enggak ada kan?” kata Fadli di Istana Kepresidenan Jakarta pada 5 November.
Pada 6 November, Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto atau Gemas menggeruduk kantor Kementerian Kebudayaan. Mereka menuntut pemerintah membatalkan nama Soeharto sebagai penerima gelar pahlawan nasional. Alasannya, pemberian gelar itu akan mencederai status kepahlawanan di Indonesia.
Perwakilan Gemas, Axel Primayoga, menyebutkan Soeharto berperan dalam pelanggaran hak asasi manusia dan korupsi, kolusi, serta nepotisme. Dia mengatakan rekam jejak itu membuat Soeharto tak cocok mendapat gelar pahlawan nasional.
Penolakan atas usulan gelar pahlawan nasional untuk Soeharto juga disampaikan oleh Franz Magnis-Suseno. Dia merupakan Imam Katolik sekaligus pengajar ilmu filsafat.
Romo Magnis mengatakan keterlibatan Soeharto dalam dugaan korupsi pada era Orde Baru membuatnya tak layak menjadi pahlawan nasional. “Soeharto melakukan korupsi besar-besaran. Dia memperkaya keluarga, orang lain, orang dekatnya, memperkaya diri sendiri. Itu bukan pahlawan nasional,” kata Romo Magnis dalam diskusi Menolak Gelar Pahlawan Soeharto di Gedung YLBHI, Jakarta, Selasa, 4 November 2025.
Selain itu, dia mengatakan Soeharto bertanggung jawab dalam peristiwa genosida 1965-1966 yang memakan korban hingga jutaan jiwa. Dia berujar, pahlawan nasional idealnya tidak melakukan pelanggaran etika, apalagi kejahatan.
Adapun Prasetyo Hadi mengatakan jika Prabowo telah mendapatkan masukan dari Ketua MPR dan Wakil ketua DPR mengenai pemberian gelar pahlawan ini. “Diharapkan apa yang nanti diputuskan oleh bapak presiden, oleh pemerintah itu, sudah melalui berbagai masukan,” kata Prasetyo, Ahad, 9 November 2025.
Hendrik Yaputra, Eka Yudha Saputra, dan Novali Panji Nugrhoho berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan editor: Survei Indikator: Elektabilitas Prabowo dan Dedi Mulyadi Teratas Sebagai Capres
