KASUS keracunan makan bergizi gratis (MBG) hingga kini masih terus terjadi. Dalam sepekan ini saja, ratusan siswa mengalami gejala keracunan dari beberapa kasus yang terjadi di wilayah berbeda.
Okumaya devam etmek için aşağı kaydırın
Kasus keracunan itu terus terjadi di tengah evaluasi dan perbaikan yang dilakukan pemerintah. Sejak 28 September 2025 lalu, Badan Gizi Nasional mulai menutup sejumlah satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) yang bermasalah. Langkah itu diambil setelah pemerintah menggelar rapat koordinasi lintas kementerian di Kementerian Kesehatan.
[–>
Berikut sejumlah temuan baru dalam program prioritas pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang terjadi selama sepekan terakhir hingga Sabtu, 10 Oktober 2025.
[–>
Sebanyak 384 penerima manfaat MBG di Soe 1, Nusa Tenggara Timur, mengalami gejala mual, muntah, pusing dan sesak napas, setelah mengonsumsi menu soto ayam suwir yang dibagikan oleh Satuan SPPG Kota Soe 1 pada 3 Oktober 2025.
Insiden ini diduga terjadi karena kesalahan pengolahan bahan pangan. “Kejadian itu diduga disebabkan oleh kesalahan dalam pengolahan dan penyimpanan bahan pangan, khususnya daging ayam, yang tidak memenuhi standar keamanan pangan,” kata Ketua Tim Investigasi Independen BGN Karimah Muhammad melalui keterangan resmi pada Rabu, 8 Oktober 2025.
Saat ini BGN telah menutup dapur tersebut untuk sementara. Tim Investigasi menemukan fakta pada 1 Oktober, SPPG Kota Soe 1 sempat membatalkan pengolahan bahan baku karena ada daging ayam beku yang tidak layak olah dan bahan baku lainnya belum lengkap. Pada 2 Oktober, SPPG menerima ayam beku baru dengan kondisi yang tampak baik, dari pemasok yang sama.
Setelah dibiarkan pada suhu ruang, bahan baku daging ayam beku itu lalu diolah untuk menu soto ayam suwir. Ahli gizi dan kepala SPPG hadir pukul 07.00 untuk memastikan bahan siap dimasak. Pemorsian makanan lantas dilakukan pada pukul 6.20 pada 3 Oktober.
Pada saat itu juga dilakukan uji organoleptik, dengan hasil baik. Makanan lalu didistribusikan ke sejumlah sekolah dan Posyandu. Namun, sekitar pukul 13.30, laporan pertama muncul dari SD GMIT 2 Soe bahwa beberapa siswa mengalami muntah dan pusing.
Sebanyak 13 siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Wedi, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, mengalami gejala keracunan berupa mual, pusing, hingga muntah, setelah menyantap menu MBG di sekolah mereka pada Rabu, 8 Oktober 2025.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Klaten, Anggit Budiarto saat dikonfirmasi membenarkan ada kejadian itu. Menurut laporan yang dia terima, total ada 13 siswa yang mengalami gejala keracunan dari 351 siswa yang menerima MBG. “Data masuk ada 13 siswa dari total 351 siswa menerima manfaat MBG pada Rabu,” ujar Anggit kepada wartawan.
Dia menyebutkan gejala keracunan yang dialami oleh para siswa itu di antaranya mual, pusing, muntah, hingga lemas karena kekurangan cairan atau dehidrasi. Siswa yang merasakan gejala keracunan dibawa ke Puskesmas Wedi. Sebagian lagi ada yang kemudian dirujuk ke rumah sakit. “Dua sudah pulang, tiga dilakukan observasi, dan delapan dirujuk ke RSUD Bagas Waras,” katanya.
3. Karanganyar, Jawa Tengah
Selang satu hari setelah kejadian di Kabupaten Klaten kemarin, pada Kamis ini, 9 Oktober 2025, puluhan siswa Sekolah Dasar Negeri (SDN) Ngeblak 3, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, dilaporkan mengalami keracunan setelah menyantap menu MBG.
Kepala Puskesmas Tawangmangu Sulistyo Wibowo mengatakan para siswa yang merasakan gejala mual, pusing, hingga muntah-muntah setelah mengonsumsi makanan menu MBG langsung dibawa ke Puskesmas Tawangmangu untuk pengobatan. Data puskesmas saat ini tercatat ada 22 siswa yang telah ditangani. “Ya ini tadi yang kami tangani ada 22 anak. Sudah tertangani,” ujar Sulistyo kepada wartawan di Karanganyar, Kamis, 9 Oktober 2025.
Menurut laporan, anak-anak itu mulai berdatangan ke puskesmas sekitar pukul 10.30 hingga 10.45 WIB. Mereka dibawa ke puskesmas itu dengan gejala mual, pusing, dan muntah-muntah. “Anak-anak datang hampir bersamaan, sekitar pukul setengah sebelas. Semua langsung kami tangani, diobservasi satu hingga dua jam, dan sebagian besar sudah membaik.”
4. Banjar, Kalimantan Selatan
Kasus keracunan MBG di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan juga terjadi pada Kamis, 9 Oktober 2025. Insiden ini menyebabkan 63 orang harus dilarikan ke rumah sakit karena mengalami gejala sakit perut, muntah-muntah, dan sebagian dalam kondisi lemas.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Banjar Nooripansyah mengatakan, berdasarkan hasil uji laboratorium, keracunan ini terindikasi positif dari nasi kuning dan sayur. “Uji laboratorium sementara terindikasi positif dari nasi kuning dan sayur, sedang yang lainnya seperti ayam tidak terbaca,” kata Nooripansyah di Martapura, Kabupaten Banjar, sebagaimana dilansi Antara pada Jumat, 10 Oktober 2025.
Per 4 Oktober 2025, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat korban keracunan MBG tembus hingga 10.482 anak. Lembaga itu menemukan terjadi kenaikan korban MBG cukup signifikan dalam periode 29 September hingga 4 Oktober 2025.
Di periode itu, korban keracunan MBG sebanyak 1.833 orang. Koordinator JPPI Ubaid Matraji mengatakan kenaikan jumlah korban keracunan itu lebih tinggi dibanding rata-rata korban mingguan selama September 2025.
Koordinator JPPI Ubaid Matraji mengatakan sejak pemerintah menutup dapur MBG bermasalah pada akhir September lalu, kasus keracunan MBG justru melonjak signifikan. Bahkan, kasus keracunan menyebar ke dua provinsi baru, yakni Sumatera Barat sebanyak 122 anak dan Kalimantan Tengah 27 anak.
Sementara itu, Badan Gizi Nasional belum mengumumkan kembali jumlah kasus keracunan MBG. Terakhir kali BGN menyampaikan data keracunan saat rapat kerja bersama Komisi IX DPR pada 1 Oktober lalu. Dalam rapat itu BGN mengungkapkan kasus keracunan sejak Januari hingga 1 Oktober mencapai 6.517 orang. Angka ini didasarkan pada laporan yang diterima dari tiap-tiap SPPG.
Masih dalam rapat yang sama, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melaporkan angka yang lebih besar. Hingga 30 September 2025, BPOM mencatat korban keracunan MBG sebanyak 9.089 orang, yang tersebar di 83 kabupaten/kota di 28 provinsi di Indonesia.