WAKIL Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Imron Rosyadi Hamid mengatakan keputusan Syuriah untuk memberhentikan Yahya Cholil Staquf dari Ketua Umum PBNU bersifat final dan mengikat. Kewenangan tertinggi struktur organisasi berada sepenuhnya di tangan Syuriah yang dipimpin Rais Aam, bukan di Tandziah.
“Keputusan tertinggi organisasi PBNU itu ada di Syuriah yang dipimpin Rais Aam. Saat ini Syuriah sudah memutuskan untuk memberhentikan Gus Yahya dari jabatan Ketua Umum,” kata Gus Imron di Jakarta, Kamis, 4 Desember 2025.
Okumaya devam etmek için aşağı kaydırın
Menurut dia, keputusan tersebut menegaskan bahwa Gus Yahya tidak lagi diperbolehkan mengatasnamakan PBNU maupun menggunakan simbol jabatan Ketua Umum. Segala tindakan yang dilakukan Gus Yahya setelah pemberhentian dinyatakan tidak sah secara kelembagaan.
[–>
“Dalam putusan Syuriah disebutkan bahwa Gus Yahya dilarang dan tidak berhak mengatasnamakan Ketua Umum. Bahkan menggunakan atribut PBNU saja sudah tidak boleh. Karena itu, apa pun yang dilakukan Gus Yahya, termasuk mengganti posisi Sekjen PBNU, tidak mempunyai kekuatan hukum,” ujar Imron.
Imron mengatakan pemberhentian tersebut tertuang dalam Hasil Keputusan Rapat Harian Syuriyah PBNU pada 20 November 2025. Keputusan ini kemudian diperkuat melalui surat edaran resmi yang ditandatangani Syuriah. Surat itu menetapkan bahwa mulai 26 November 2025 pukul 00.45 WIB, Gus Yahya tidak lagi berstatus Ketua Umum PBNU.
[–>
“Sejak saat itu, kepemimpinan PBNU sepenuhnya berada di tangan Rais Aam,” kata dia.
Imron juga menjawab tuduhan bahwa Sekretaris Jenderal PBNU, Saifullah Yusuf (Gus Ipul), tidak menjalankan tugas karena menahan tanda tangan sejumlah SK kepengurusan wilayah dan cabang. Menurut dia, persoalan terjadi bukan karena unsur kesengajaan, tetapi karena adanya cacat administratif pada unggahan SK melalui aplikasi Digdaya.
“Gus Ipul memang tidak bersedia tandatangan karena ada cacat dalam prosedur upload SK di aplikasi Digdaya. Staf yang meng-upload tidak bekerja secara profesional,” katanya.
Imron menyebut Gus Ipul telah meminta pergantian staf administratif tersebut dalam rapat Syuriah. Bahkan Sekjen sudah mengeluarkan kebijakan resmi untuk mengganti staf, namun keputusan itu tidak dieksekusi.
“Keputusan Gus Ipul sebagai Sekjen untuk mengganti staf itu tidak diindahkan. Akhirnya beliau tidak lagi bersedia menandatangani SK-SK kepengurusan yang bermasalah. SK bermasalah itu tetap dipaksa untuk di-upload dan diminta segera ditandatangani,” ujar Imron.
Imron memastikan bahwa Gus Ipul tetap menjalankan tugasnya sebagai Sekjen dengan menandatangani dokumen yang telah memenuhi prosedur. “Gus Ipul tetap tanda tangan. Bisa dicek, misalnya persetujuan PDPKPNU itu tiap minggu ada puluhan yang beliau tandatangani. Jadi kalau tidak bermasalah, pasti ditandatangani,” katanya.
Adapun Gus Yahya menyatakan akan membawa polemik kepengurusan organisasi ke ranah hukum jika jajaran syuriyah tak kunjung membuka pintu dialog. “Apabila jalan dialog dan musyawarah ditolak sepenuhnya, kami siap menempuh jalur hukum untuk menjaga keutuhan organisasi,” kata Yahya dalam konferensi pers di Kantor PBNU, Jakarta, pada Rabu, 3 Desember 2025.
Yahya menuturkan sampai saat ini pucuk kepemimpinan PBNU masih di bawah komandonya. Ia menegaskan keputusan dan forum apa pun yang diklaim oleh jajaran syuriyah ihwal pemecatannya tidak sah dan tidak dapat diterima. Menurut dia, posisinya hanya bisa digeser lewat muktamar atau muktamar luar biasa.
Karena itu, Yahya menegaskan dirinya tidak akan pernah mundur, meski jajaran syuriyah berulang kali mengeluarkan surat keputusan untuk menggulingkannya. “Kami tidak bersedia merelakan semuanya hanya demi kepentingan sepihak. Kami akan mempertahankan ini,” kata dia.
Sekretaris Jenderal PBNU Amin Said Husni menyatakan keputusan untuk membawa polemik ini ke ranah hukum merupakan pilihan terakhir yang akan mereka tempuh. Amin mengatakan tidak ada batas waktu tertentu untuk sampai pada keputusan tersebut. Mereka hanya tinggal menunggu hasil mediasi yang tengah dilakukan oleh para kyai sepuh. “Tapi sekuat tenaga kita harus memberikan kesempatan ke jalan rekonsiliasi.”
Gejolak di tubuh PBNU memanas sejak munculnya hasil rapat harian Syuriyah—majelis tinggi PBNU—yang meminta Yahya Cholil Staquf mengundurkan diri dari jabatan Ketua Umum PBNU pada pekan lalu. Jajaran Syuriyah menilai Yahya sudah melanggar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama Nomor 13 Tahun 2025.
Bentuk pelanggaran itu adalah ketika pengurus menghadirkan pemateri pro-Israel, Peter Berkowitz, di acara Akademi Kepemimpinan Nasional Nahdlatul Ulama di Jakarta, pada pertengahan Agustus 2025. Selain itu, jajaran Syuriyah juga menyoal tata kelola keuangan di lingkungan PBNU.
Jajaran Syuriyah kemudian menindaklanjuti permintaan mundur itu dengan menerbitkan Surat Edaran tentang Tindak Lanjut Keputusan Rapat Harian Syuriyah PBNU, pada Selasa, 25 November 2025. Surat Edaran itu menegaskan bahwa Yahya Cholil Staquf tidak lagi berstatus Ketua Umum PBNU mulai 26 November 2025. Yahya juga dinyatakan tidak lagi berwenang dan berhak menggunakan atribut dan fasilitas yang melekat kepada jabatan Ketua Umum PBNU.
Yahya pun menentang surat edaran Syuriyah tersebut. Ia menilai surat edaran itu tidak sah. Dia menyebut surat edaran itu masih berstatus draf dan tidak memenuhi persyaratan administrasi organisasi sehingga tidak dapat diakui sebagai dokumen resmi.
Polemik pun berlanjut. Dari sisi Yahya, mengusulkan adanya islah atau rekonsiliasi sebagai bentuk penyelesaian dari perseteruan ini. Namun di sisi berlawanan, Rais Aam PBNU Miftachul Akhyar ingin kekisruhan ini diselesaikan lewat rapat pleno atau muktamar luar biasa yang digelar dalam waktu dekat. Ia mengklaim muktamar digelar untuk memastikan roda organisasi berjalan normal setelah pemecatan Yahya Cholil Staquf dari jabatan Ketua Umum PBNU.
“Kami ingin transisi berjalan tertib, sesuai aturan jam’iyah,” ujar Miftachul melalui keterangan tertulis, Sabtu, 29 November 2025.
Pilihan Editor: Ulil Setuju Pembentukan Tim Pencari Fakta Rais Aam PBNU
