DEMONSTRASI di depan gerbang utama gedung DPR pada Senin, 1 September 2025 berlangsung tertib. Demonstran terlihat membubarkan diri dan mundur teratur sebelum jarum jam menunjukkan pukul 18.00 WIB.
Massa aksi itu berasal dari organ mahasiswa seperti Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), hingga Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI). Tak hanya dari kalangan mahasiswa, demonstrasi itu dihadiri pula oleh sejumlah influencer atau pemengaruh seperti Andovi Da Lopez, Jovial Da Lopez, Ge Pamungkas, hingga Ferry Irwandi.
Terdapat tiga mobil komando yang berjejer di depan gerbang utama gedung tersebut. Tampak pula para demonstran membawa beberapa atribut pelengkap seperti poster, spanduk, hingga bendera.
Massa dari Elemen Mahasiswa Tuntut Reformasi Polri
Para mahasiswa yang mendatangi gedung DPR itu menuntut reformasi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) setelah setelah beberapa tragedi selama sepekan terakhir melibatkan polisi sebagai pelaku.
Para demonstran mempertanyakan aksi represif kepolisian yang terus terjadi bahkan hingga menelan korban jiwa. “Polisi tidak seharusnya represif kepada peserta unjuk rasa,” teriak seorang orator dari atas mobil komando.
Massa juga menolak bila demonstrasi yang terjadi belakangan ini dinilai bersifat onar. “Kami datang hanya untuk menuntut hak kami, dan dipastikan tidak ada maksud untuk merusak,” ucap orator tersebut dengan lantang.
Mereka juga menuntut polisi melepas ribuan demonstran yang ditangkap secara sewenang-wenang. Termasuk juga meminta agar brutalitas aparat untuk segera dihentikan.
Para Influencer Turun ke DPR Suarakan Tuntutan 17+8
Aktor sekaligus pemengaruh Andovi Da Lopez ikut berdemonstrasi di depang gerbang utama kompleks MPR/DPR/DPD Senin, 1 September 2025. Ia bersama pemengaruh lainnya membawa tuntutan yang diberi nama “17+8 Tuntutan Rakyat”.
Desakan itu terdiri atas 17 poin tuntutan jangan pendek dan 8 tuntutan jangka panjang. “Tuntutan ini berbasis tiga poin penting, yakni transparansi, reformasi, dan empati,” ucap Andovi ketika ditemui di depan kompleks parlemen, Senayan, Jakarta.
Tuntutan tersebut merupakan rangkuman atas berbagai desakan yang beredar di media sosial sejak gelombang demonstrasi memanas pada Kamis, 28 Agustus 2025. Pemerintah diberi batas waktu hingga 5 September 2025 untuk memenuhi 17 poin tuntutan jangka pendek. Sementara untuk 8 poin tuntutan lainnya, pemerintah diberikan waktu satu tahun.
“Dalam seminggu kami minta 17 tuntutan ini dan 8 tuntutan jangka panjang. Ada banyak,” kata dia. “Tapi yang paling penting nomor satu adalah bentuk tim investigasi independen kasus Affan Kurniawan dan Umar Amaruddin.”
Tuntutan Reformasi atau Pembersihan DPR Besar-besaran
Sementara itu, Jovial Da Lopez yang merupakan kakak dari Andovi dan turut hadir di demonstrasi ini menjelaskan bahwa salah satu poin tuntutan jangka panjang yang mereka bawa adalah soal reformasi atau pembersihan DPR secara besar-besaran. Menurut dia, saat ini anggota parlemen lebih banyak bekerja untuk partai politik dan ketua partainya.
“Kalau kita benar-benar mau reformasi DPR besar-besaran, kerja untuk rakyat, titik. Itu doang yang kita inginkan. Sisanya nih kalau kerja untuk rakyat, ini semua pasti jalan kok. Sebenarnya itu,” kata Jovi.
Massa Membubarkan Diri Sebelum Pukul 18.00 WIB
Berdasarkan pantauan Tempo, ratusan pendemo tersebut telah berjalan beriringan meninggalkan area depan Gedung DPR sejak pukul 17.50 WIB. Para demonstran tersebut bergerak mundur ke arah Gelora Bung Karno.
Adapun di lokasi terpisah, Presiden Prabowo Subianto menegaskan demonstrasi harus meminta izin dan harus berhenti tepat pukul 18.00 WIB. Menurut Prabowo hak menyampaikan pendapat dijamin oleh undang-undang. Namun Ketua Umum Partai Gerindra tersebut juga menyatakan bahwa demonstrasi harus mengikuti aturan.
“Undang-Undang mengatakan kalau mau demonstrasi harus minta izin dan izin harus dikasih dan berhentinya jam 18.00 WIB,” kata Prabowo saat mengunjungi Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, Jakarta, Senin, 1 September 2025.
Keputusan demonstran untuk pulang lebih cepat diduga karena khawatir atas aksi represif polisi. Musababnya, banyak korban yang berjatuhan dalam rangkaian unjuk rasa yang terjadi pada saat malam hari akhir-akhir ini.
Salah seorang peserta aksi, Deodatus Sunda Se, mengatakan saat ini banyak yang merasa takut untuk kembali turun aksi. “Banyak yang takut (demo), makanya akhirnya kami yang beranikan diri,” tutur pria yang akrab disapa Dendy itu.
Dendy turun bersama beberapa massa lainnya dari organ mahasiswa Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia. Kelompoknya telah tiba di lokasi aksi sejak pukul 11.00 WIB. “Kami sengaja datang duluan, untuk memancing,” ujar Dendy.
Dendy menilai, demonstrasi harus tetap dilakukan. Dia khawatir bila tidak ada unjuk rasa dan keadaan semakin mencekam, hal tersebut dapat menjadi justifikasi bagi pemerintah untuk menerapkan darurat militer.
Vedro Imanuel Girsang berkontribusi dalam penulisan artikel ini.