PERWAKILAN organisasi masyarakat sipil yang fokus isu lingkungan bertemu dengan Tim Komisi Percepatan Reformasi Polri di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Rabu, 26 November 2025. Country Director Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak mengatakan koalisi menyoroti fenomena perwira tinggi Polri yang menjabat di institusi sipil. Keberadaan perwira tinggi itu sarat konflik kepentingan.
Pilihan editor: Mengapa Proyek Tanggul Laut Jakarta NCICD Molor
Okumaya devam etmek için aşağı kaydırın
“Selama ini memang membuat situasi di mana konflik kepentingan itu menjadi sangat-sangat potensial terjadi atau bahkan sudah terjadi di banyak hal,” kata dia usai melakukan pertemuan dengan Tim Komisi Percepatan Reformasi Polri di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Rabu, 26 November 2025.
[–>
Leonardo mengatakan perwira tinggi Polri yang duduk di jabatan sipil harus mundur. Perintah mundur itu sesuai dengan Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025 pada 13 November 2025 yang melarang polisi aktif menduduki jabatan sipil.
Leonardo mengatakan koalisi juga menyoroti banyak purnawirawan polri yang menjadi bagian dari korporasi. Keberadaan purnawirawan polri itu dianggap akar masalah yang melindungi korporasi perusak lingkungan.
[–>
“Bahkan pada korporasi-korporasi yang jelas-jelas melanggar undang-undang. Tetapi mempunyai, dalam tanda kutip, pelindung-pelindung dalam bentuk purnawirawan-purnawirawan Polri, perwira tinggi dalam banyak hal,” kata dia.
Manajer Hukum dan Pembelaan WALHI Teo Reffelsen mengatakan koalisi meminta Tim Komisi Percepatan Reformasi Polri membuat kebijakan untuk mengevaluasi dan memoratarium aktivitas satuan Polri yang melakukan pengamanan di perusahaan. Pengamanan itu diduga sebagai akar masalah tindakan koersif dan paksa terhadap masyarakat.
“Ada kecenderungan satuan-satuan polisi yang ditugaskan pada akhirnya berpihak kepada perusahaan karena dia ditugaskan untuk mengamankan perusahaan,” kata dia.
Selain itu, koalisi juga meminta polisi menghentikan penggunaan kekuatan berlebih dalam menanggapi konflik agraria dan protes pencemaran yang dilakukan korporasi. Koalisi juga meminta supaya Tim Komisi Percepatan Reformasi Polri tidak hanya mereformasi polisi secara institusional. Tetapi menyiapkan satu badan pengawas eksternal yang independen. “Tidak diisi oleh anasir-anasir kepolisian,” kata dia.
Badan pengawas eksternal itu, kata dia, perlu diberi kewenangan kuat mengawasi polri. Struktur badan pengawas itu juga sampai daerah dan diberikan anggaran.
Setelah Teo menyampaikan informasi, Leonardo mengatakan semua masukan itu diterima dengan baik. Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly AsshiddJiml disebut akan mengkaji masukan-masukan itu. Dia berharap ada rekomendasi konkrit mengenai masalah itu. “Miisalnya membawa Polri ini kembali ke tengah-tengah di mana tempat yang seharusnya,” kata dia.
Dalam audisensi itu, Tim Komisi Percepatan Reformasi Polri mengundang Greenpeace, Walhi, ICEL, dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara.
MK telah memutuskan anggota Polri tidak bisa lagi menduduki jabatan sipil atas penugasan Kapolri. MK menegaskan dalam putusannya, anggota polisi yang ingin menduduki jabatan sipil wajib mengundurkan diri atau pensiun terlebih dahulu.
Hal tersebut menjadi bagian dari putusan perkara Nomor 114/PUU-XXIII/2025 berkaitan dengan gugatan terhadap Pasal 28 ayat (3) dan penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK, Suhartoyo saat membacakan amar putusan di ruang sidang utama MK, Jakarta Pusat, Kamis 13 November 2025.
Mahkamah Konstitusi menyatakan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Kepolisian inkonstitusional. Putusan dalam perkara Nomor 114/PUU-XXIII/2025 itu menegaskan anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
Dalam amar putusannya, MK menegaskan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat. Dengan demikian, seluruh penugasan anggota Polri aktif untuk menduduki jabatan di luar struktur kepolisian kini kehilangan dasar hukum.
Mahkamah menyatakan, frasa tersebut bertentangan dengan prinsip kepastian hukum sebagaimana dijamin Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. “Frasa itu menimbulkan ketidakjelasan dan memperluas makna norma, sehingga harus dinyatakan tidak konstitusional,” ujar Suhartoyo.
Dalam pertimbangan hukumnya, Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menjelaskan seluruh substansi UU Polri harus dimaknai selaras dengan Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 yang menyebut kepolisian sebagai alat negara yang berfungsi menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.
“Walaupun TAP MPR Nomor VII/MPR/2000 telah dicabut melalui TAP MPR Nomor I/MPR/2003, semangat dan politik hukum yang terkandung di dalamnya tetap merefleksikan amanat Pasal 30 ayat (4) UUD 1945,” kata Ridwan saat membacakan pertimbangan hukum.
Menurut MK, penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri yang memuat frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” memperluas makna norma di batang tubuh Undang-undang. Padahal, norma Pasal 28 ayat (3) secara tegas menyatakan anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
“Frasa tersebut justru mengaburkan substansi norma dan menimbulkan ketidakpastian hukum, karena membuka peluang bagi anggota Polri aktif untuk menduduki jabatan sipil tanpa mengundurkan diri atau pensiun,” ujar dia.
Mahkamah menilai, keberadaan frasa itu tidak memperjelas norma, melainkan menciptakan tafsir baru yang menyalahi prinsip perumusan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Permohonan uji materi diajukan Syamsul Jahidin dan Christian Adrianus Sihite, dengan kuasa hukum Ratih Mutiara Lok dan rekan. Mereka menilai frasa penjelasan tersebut memberi celah bagi anggota Polri aktif untuk menjabat di lembaga sipil, seperti di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Narkotika Nasional (BNN), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), serta kementerian.
Dani Aswara berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan editor: Profil Bandara IMIP yang Disorot Menhan dan Anggota DPR
