KETUA Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya mengatakan hasil rapat harian Syuriyah menimbulkan keributan yang tidak jelas arahnya.
Ia mengatakan hasil rapat harian Syuriyah tidak bisa dijadikan dasar untuk memberhentikan siapapun, baik memberhentikan pengurus lembaga atau mandataris. Sebab memberhentikan ketua umum PBNU hanya bisa dilakukan melalui muktamar. Sedangkan hasil rapat harian Syuriyah hanya mengikat di antara anggota Syuriyah saja.
Okumaya devam etmek için aşağı kaydırın
“Maka apa yang sebagai keputusan rapat harian Syuriyah beberapa hari yang lalu, ya tidak bisa dieksekusi, tidak bisa mengikat, dan tidak akan ada ujungnya. Yang ada cuma ya keributan-keributan yang tidak jelas arahnya, dan itu bisa dilihat dengan gamblang sekali,” kata Gus Yahya usai menggelar pertemuan dengan para kiai di kantor pusat PBNU di Jakarta, Ahad malam, 23 November 2025.
[–>
Gus Yahya mengatakan para kiai yang bertemu di kantor PBNU menyadari bahwa polemik ini tidak menimbulkan maslahat atau tidak konstruktif. Sehingga, kata Yahya, para kiai menyesalkan kejadian ini dan meminta agar semuanya dikembalikan sesuai Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga PBNU.
“Ganjalan-ganjalan harus diselesaikan bersama tanpa mengembangkan konflik di antara jajaran kepemimpinan yang ada,” katanya.
[–>
Untuk menyelesaikan masalah internal PBNU, Gus Yahya akan menggelar pertemuan dengan menghadirkan kiai sepuh NU di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri. “Insya Allah waktunya belum ditentukan, tetapi kesempatan atau kesepakatan di antara para kiai tadi sudah dicapai. Segera, tidak lama lagi, akan diselenggarakan pertemuan itu. Mudah-mudahan bisa menjadi pembuka jalan keluar dari masalah yang ada sekarang,” ujarnya.
Sementara itu, Katib ‘Aam PBNU Ahmad Said Asrori, yang hadir dalam pertemuan semalam, mengatakan sekitar 50 orang kiai dari berbagai daerah dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat hingga Sumatera Utara hadir dalam pertemuan ini.
Ahmad mengatakan pertemuan ini menghasilkan tiga kesepakatan. Pertama, semuai kiai mengusulkan agar diadakan silaturahum lebih besar di antara pada kiai dalam rangka islah. Kedua, para kiai sepakat kepengurusan PBNU harus selesai sampai satu periode yang muktamarnya kurang lebih satu tahun lagi. Ahmad mengatakan semua kiai sepakat tidak ada pemakzulan atau pengunduran diri.
Ketiga, para kiai ingin semuanya melakukan tafakur demi kebaikan bersama, kebaikan masyarakat, kebaikan warga NU dan Indonesia. “Jadi sekali lagi, tidak ada pengunduran dan tidak ada pemaksaan pengunduran diri. Tidak ada. Ini sekali lagi saya tegaskan, tidak ada,” ujar Ahmad. “Semua kepengurusan harian PBNU mulai Rais ‘Aam sampai jajaran, ketua umum dan jajaran sempurna sampai muktamar yang akan datang.”
Menurut Ahmad, kalau pun ada pergantian kepengurusan harus melalui majelis tertinggi dan terhormat, yakni muktamar Nahdlatul Ulama. Ahmad menegaskan bahwa mekanisme pergantian kepengurusan sudah diatur di dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) NU.
Pertemuan ini dilakukan setelah Gus Yahya diminta mundur berdasarkan kesimpulan hasil rapat harian Syuriyah PBNU. Risalah rapat itu beredar di grup percakapan sejumlah awak media dan media sosial.
Berdasarkan petikan hasil rapat itu berjudul “Risalah Rapat Harian Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama”, rapat itu digelar di Hotel Aston Jakarta, pada Kamis, 20 November 2025. Rapat harian itu dihadiri oleh 37 orang dari total 53 pengurus harian Syuriyah PBNU.
Dalam surat itu, terdapat dua poin penting hasil keputusan rapat. Yaitu, “Yahya Cholil Staquf harus mengundurkan diri dari jabatan Ketua Umum PBNU dalam waktu 3 hari sejak diterimanya keputusan rapat Harian Syuriyah PBNU,” demikian tertulis dalam risalah Rapat Harian Syuriyah PBNU yang ditandatangani oleh Rais Aam PBNU Miftachul Akhyar, pada Jumat, 21 November 2025.
Jika Yahya Staquf tidak mengundurkan diri dalam waktu tiga hari, Syuriyah PBNU akan memberhentikannya dari jabatan Ketua Umum PBNU.
Di dalam surat itu disebutkan bahwa peserta rapat menilai kehadiran narasumber yang berafiliasi dengan jaringan Zionisme Internasional dalam kegiatan Akademi Kepemimpinan Nasional Nahdlatul Ulama (AKN NU) telah melanggar nilai dan ajaran Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyah. Tindakan itu juga bertentangan dengan Muqaddimah Qanun Asasi Nahdlatul Ulama.
Menurut Syuriyah PBNU, pelaksanaan AKN NU dengan narasumber kontroversial di tengah isu genosida Israel dianggap melanggar Peraturan Perkumpulan NU Nomor 13 Tahun 2025 khususnya Pasal 8 huruf a mengenai pemberhentian fungsionaris yang mencemarkan nama baik NU.
Sebelum rapat harian itu, pengurus PBNU memang sempat mengundang peneliti Zionis Peter Berkowitz di AKN NU, pada pertengahan Agustus 2025. Berkowitz beberapa kali menerbitkan buku yang isinya mendukung Israel.
Ia pernah menulis buku berjudul ‘Israel and the Struggle over the International Laws of War (2012)’. Buku ini diterbitkan oleh Hoover Institution Press. Isinya, membela Israel terhadap berbagai kritik hukum internasional —seperti Goldstone Report dan insiden flotila Gaza.
Yahya Cholil Staquf sempat menanggapi undangan kepada Peter Berkowitz. Ia mengaku tidak mengetahui jika Berkowitz kerap membela gerakan Zionis di Palestina. Selama mengenal Berkowitz hampir lima tahun, kata dia, belum pernah ada pembahasan mengenai hal itu. “Jadi, saya mohon maaf sekali kepada masyarakat bahwa saya membuat keputusan tanpa pertimbangan yang teliti dan lengkap terkait Peter Berkowitz ini,” kata dia, beberapa waktu lalu.
Meski begitu, Yahya memastikan bahwa kedatangan Peter Berkowitz murni untuk menjelaskan soal konsep hak asasi manusia yang sudah ditelitinya.
Hendrik Yaputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Cerita di Balik Upaya Pemakzulan Yahya Staquf
