KONFLIK di tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama memanas. Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya diminta mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua Umum PBNU.
Desakan Yahya mundur itu muncul dari hasil rapat pengurus Syuriyah PBNU di Hotel Aston Jakarta pada Kamis, 20 November 2025. Rapat itu menyebutkan Yahya Cholil Staquf harus mengundurkan diri dalam waktu tiga hari sejak diterimanya keputusan rapat harian Syuriyah PBNU.
Okumaya devam etmek için aşağı kaydırın
Forum itu juga memutuskan bahwa apabila Yahya tidak mengundurkan diri dalam batas waktu yang sudah ditentukan, maka Syuriyah PBNU akan memberhentikannya dari kursi pimpinan organisasi.
[–>
Setelah ide pemakzulan Gus Yahya menggelinding, PBNU kemudian mengumpulkan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) se-Indonesia di Surabaya. Rapat koordinasi itu berlangsung pada Sabtu malam, 22 November 2025 hingga Ahad dini hari, 23 November 2025.
Namun, dalam rapat itu, tidak terlihat sejumlah petinggi NU seperti Sekretaris Jenderal PBNU Syaifullah Yusuf maupun Ketua PWNU Jawa Timur Abdul Hakim Mahfudz atau Gus Kikin.
[–>
Seusai rapat, Gus Yahya menanggapi surat risalah rapat harian Syuriah PBNU yang meminta dirinya mundur. Menurut Yahya, surat itu tidak memenuhi standar organisasi. Sebab, tanda tangan harusnya dilakukan dengan digital.
“Kalau dokumen resmi itu tanda tangannya digital, sehingga benar-benar bisa dipertanggungjawabkan. Kan zaman sekarang gampang sekali membuat tanda tangan scan. Maka kita lihat nanti,” kata Yahya di Surabaya, Jawa Timur, Ahad dini hari, 23 November 2025.
Yahya juga mengatakan hasil rapat itu tidak memiliki wewenang dalam mencopot jabatan pengurus harian, termasuk Ketua Umum PBNU. Sebab, pencopotan jabatan diatur dalam aturan dasar aturan rumah tangga (AD/ART) PBNU. “Rapat harian syuriah menurut AD/ART tidak berwenang untuk memberhentikan ketua umum,” ujarnya.
Terlepas dari itu, Yahya optimistis organisasinya bisa segera menyelesaikan konflik internal yang terjadi belakangan. Dia juga berharap agar segera menemukan jalan keluar terhadap masalah yang terjadi.
“Nahdlatul Ulama (NU) ini organisasi besar dan sudah mengalami segala macam gelombang dalam sejarahnya. Saya optimistis NU punya kemampuan untuk mengatasi masalah ini dengan sebaik-baiknya,” kata Yahya.
Muktamar Cipasung 1994
Gejolak internal PBNU bukan kali pertama terjadi. Upaya pemakzulan terhadap Ketua Umum PBNU juga terjadi saat muktamar di Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat, pada 1994. Saat itu pemerintah hendak mendongkel Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dari jabatan Ketua Umum PBNU periode 1984-1999 dengan alasan tata kelola dan gaya kepemimpinan Gus Dur.
Dilansir laman nu.or.id, Presiden ke-2 Soeharto disebut memunculkan penantang dari internal NU yang anti-Gus Dur, yakni Abu Hasan. Tak hanya itu, paman Gus Dur, KH Yusuf Hasyim, juga ikut menentang keponakannya itu.
Kelompok Abu Hasan mengemukakan kritik bahwa manajemen NU di bawah kepemimpinan Gus Dur lemah dan otokratik. Bahkan, menurut mereka, langkah Gus Dur yang kerap kali berseberangan dengan pemerintah dianggap bukan hanya menyimpang dari khittah NU, tetapi juga bertentangan dengan kepentingan NU sendiri. Kampanye ABG alias Asal Bukan Gus Dur pun didengungkan untuk menjegal Gus Dur.
Gelaran muktamar kala itu juga terkungkung penjagaan militer. Saat itu, pejabat rezim Orde Baru turut hadir dalam forum tertinggi organisasi Islam terbesar tersebut, mulai dari Presiden Soeharto, Panglima TNI Jenderal Faisal Tandjung, hingga para menteri. Dari berbagai sumber, setidaknya ada 1.500 personel tentara dan 100 intel yang berjaga di sekitar Cipasung. Beberapa dari mereka bahkan diketahui menyamar dengan seragam Barisan Ansor Serbaguna atau Banser.
Kendati demikian, upaya mendongkel kepemimpinan Gus Dur di NU tak berhasil. Gus Dur bertahan tiga periode atau 15 tahun hingga akhirnya terjadi gejolak reformasi 1998.
Muktamar Lampung 2021
Sepuluh tahun pemerintahan Joko Widodo menandai puncak politik NU. Dipersepsikan tak ramah kepada kelompok Islam, Jokowi menggunakan NU untuk menjawab serangan narasi itu. Ia memilih Ma’ruf Amin, tokoh nahdliyin, sebagai pendamping pada periode kedua pemerintahannya. Tak hanya itu, adik kandung Gus Yahya, Yaqut Cholil Qoumas, juga berhasil mengamankan kursi sebagai Menteri Agama.
Meski begitu, Ketua Umum PBNU periode 2010-2021 Said Aqil Siradj mengungkapkan ada cawe-cawe dari presiden ke-7 itu untuk menghalangi dirinya menjadi Ketua PBNU periode 2021-2026. Pernyataan itu ia lontarkan dalam sebuah siniar Akbar Faizal Uncensored.
“Pak Jokowi tidak senang kalau saya terpilih lagi di NU. Maka di (Muktamar) Lampung semua itu diatur sehingga saya kalah,” ucapnya kala itu.
Said Aqil Siradj mengatakan dirinya tidak sebesar Gus Dur yang tetap menang meskipun telah diintervensi sedemikian rupa oleh Orde Baru dalam Muktamar ke-29 NU di Cipasung, Tasikmalaya. “Gus Dur kuat, tetap menang. Saya tidak sehebat Gus Dur,” katanya kembali.
Dalam Muktamar di Bandar Lampung, Yahya Cholil Staquf didapuk menjadi pemenang dengan perolehan 337 suara dan resmi menjadi Ketua Umum PBNU periode 2021-2026. Sementara Said Aqil Siradj hanya memperoleh 210 suara. Terpilihnya Gus Yahya didapat setelah rapat pleno panjang yang digelar sejak Kamis malam, 23 Desember 2021 malam di Gedung Serbaguna Universitas Lampung. Rapat berjalan alot dan berlangsung hingga Jumat pagi.
Sekretaris Jenderal PBNU Saifullah Yusuf menilai pernyataan Said Aqil Siradj soal adanya cawe-cawe itu bersifat spekulatif. Dia berpendapat, istilah cawe-cawe sendiri bersifat multitafsir. “Cawe-cawe itu hanya spekulatif, semua yang memiliki kekuatan politik berpotensi untuk cawe-cawe,” kata Saifullah ketika dihubungi Tempo lewat sambungan telepon, Kamis, 3 April 2025.
Dia bahkan mempertanyakan cawe-cawe seperti apa yang dimaksudkan dalam Muktamar ke-34 PBNU di Bandar Lampung pada Desember 2021 tersebut. “Maksudnya cawe-cawe ini seperti apa, ini sudah tiga tahun yang lalu (pemilihannya),” ucap Saifullah.
Menurut dia, cawe-cawe merupakan isu musiman yang terjadi setiap menjelang Muktamar PBNU. Dia menilai, hal tersebut merupakan bagian dari dinamika politik dan bukan menjadi penentu kemenangan.
Dia memastikan bahwa pelaksanaan pemilihan ketua umum PBNU dalam Muktamar lalu telah berlangsung secara demokratis. Mekanisme pelaksanaan agenda tersebut, kata dia, telah sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam AD/ART organisasi. “Kepengurusan terbentuk secara demokratis,” ujarnya menegaskan.
Pilihan Editor: Yahya Cholil Staquf: Saya Tak Teliti Soal Peter Berkowitz
