PRESIDEN Prabowo Subianto memberikan rehabilitasi kepada dua guru asal Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, yaitu Abdul Muis dan Rasnal. Prabowo memutuskan itu usai tiba kembali di Tanah Air pada Kamis, 13 November 2025, usai kunjungan kenegaraan ke Australia.
Pilihan editor: Pekerjaan Rumah Arif Satria sebagai Kepala BRIN Baru
Okumaya devam etmek için aşağı kaydırın
Rehabilitasi adalah pemulihan kedudukan, baik keadaan maupun nama, seperti semula. Rehabilitasi merupakan salah satu dari empat hak prerogatif atau hak istimewa yang dimiliki presiden. Hak prerogatif Presiden ini tertuang dalam Pasal 14 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
[–>
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan penandatanganan surat rehabilitasi dilakukan langsung oleh Prabowo di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis, 13 November 2025. Rehabilitasi itu membuat pemerintah memulihkan nama baik, harkat, martabat, serta hak-hak kedua guru yang selama ini terimbas persoalan hukum.
“Dengan diberikannya rehabilitasi, dipulihkan nama baik, harkat martabat, serta hak-hak kedua guru ini,” ujar Sufmi Dasco Ahmad dipantau YouTube Sekretariat Presiden, Kamis, 13 November 2025.
[–>
Pada kesempatan sama, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengatakan keputusan Prabowo merupakan hasil koordinasi antara berbagai pihak selama satu pekan terakhir. Pemerintah mendapatkan permohonan dari masyarakat, DPRD, hingga DPR.
“Kami selama satu minggu terakhir berkoordinasi dan meminta petunjuk kepada Presiden, dan kemudian Presiden mengambil keputusan untuk menggunakan hak beliau sebagai Presiden untuk memberikan rehabilitasi kepada dua orang guru dari SMA 1 Luwu Utara,” ujar dia.
Ketua DPP Gerindra ini mengatakan keputusan Prabowo wujud nyata penghargaan terhadap dedikasi para guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa yang harus diperhatikan, dihormati, dan dilindungi oleh negara. Pemerintah akan mengedepankan upaya untuk mencari penyelesaian yang terbaik.
“Bahwa ada masalah-masalah atau dinamika-dinamika, kita menghendaki penyelesaian yang terbaik,” ujar dia.
Rasnal dan Abdul Muis sebelumnya dipecat sebagai guru ASN oleh Gubernur Sulawesi Selatan masing-masing pada 21 Agustus 2025 dan 4 Oktober 2025.
Pemberhentian Rasnal berdasarkan surat Keputusan Nomor: 800.1.6.2/3973/BKD, tanggal 21 Agustus 2025. Sementara pemberhentian Abdul Muis tertuang dalam Surat Keputusan Gubernur Sulsel Nomor 800.1.6.4/4771/BKD tanggal 14 Oktober 2025, yang menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung Nomor 4265 K/Pid.Sus/2023 tanggal 26 September 2023.
Rasnal dan Abdul Muis sebelumnya dilaporkan oleh LSM ke polisi atas dugaan tindak pidana korupsi. Kasus itu bergulir hingga tingkat kasasi, dan majelis hakim memutuskan keduanya bersalah sehingga divonis penjara 1 tahun.
Putusan MA menyatakan keduanya bersalah karena diduga melakukan pemungutan iuran sebesar Rp 20 ribu dari orang tua murid pada tahun 2018. Hasil uang yang dikumpulkan itu diberikan kepada guru-guru honorer yang terlambat menerima gaji hingga 10 bulan.
Rasnal berharap tidak ada lagi kriminalisasi bagi guru-guru yang berjuang menuntut keadilan. Menurut dia, guru-guru saat ini takut melakukan keadilan karena diancam hukuman tidak pantas.
“Semoga ke depan tidak ada lagi kriminalisasi terhadap guru-guru yang sedang berjuang di lapangan,” kata Rasnal di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis, 13 November 2025 dipantau YouTube Sekretariat Presiden.
Dosen hukum tata negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, mengatakan kewenangan presiden memberikan rehabilitasi diatur dalam pasal 14 UUD 1945 setelah amandemen.
Pasal itu menjelaskan presiden bisa memberikan grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan MA. Sementara itu, pemberian amnesti dan abolisi dilakukan dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
“Itu eksplisit dalam UUD pasal 14,” kata Herdiansyah saat dihubungi pada Kamis, 14 November 2025.
Anggota Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) ini mengatakan, sebelum amandemen, pemberian grasi, rehabilitasi, amnesti, dan abolisi mutlak kewenangan presiden. Setelah amandemen, frasa diubah dengan menambah kalimat memperhatikan pertimbangan MA atau DPR.
Menurut Herdiansyah, penambahan frasa memperhatikan memberikan presiden dasar yang cukup dan memadai untuk memutuskan pemberian rehabilitasi. Dengan adanya frasa itu pula, presiden tidak bisa seenaknya memberikan rehabilitasi.
“Karena itu peran MA penting untuk memberikan pertimbangan dalam soal pemberian grasi dan rehabilitasi. Sementara DPR dalam pemberian amnesti dan abolisi,” ujar dia.
Herdiansyah menambahkan tujuan penambahan frasa itu untuk mencegah kewenangan presiden bersifat absolut. Pengaturan itu juga supaya ada mekanisme check and balance dalam ketatanegaraan.
Dalam kasus guru di Luwu, Herdiansyah mengatakan ada beberapa unsur sehingga rehabilitasi layak diberikan. Namun, dia khawatir tindakan presiden memberikan rehabilitasi tanpa memperhatikan pertimbangan MA menjadi kebiasaan. “Takutnya ke depan pemberian sifatnya subjektif, tidak objektif,” ujar dia.
Selain itu, Herdiansyah mengatakan pemberian rehabilitasi tanpa memperhatikan pertimbangan MA bisa dipersoalkan secara hukum. Presiden akan diduga membangkang perintah konstitusi karena tidak patuh.
“Pemberian rehabilitasi itu memperhatikan pertimbangan MA. Kalau tidak cacat secara hukum,” ujar dia. “Jadi ini bukan hanya soal hukum positif. Ini bicara konstitusi. Bukan hanya bermasalah secara hukum. Tapi bermasalah secara konstitusional,” lanjut dia.
Herdiansyah menyadari memang ada substansi keadilan yang tidak bisa dihalangi dengan prosedur formil. Namun, presiden bukan berarti melakukan tindakan seenaknya. Pemberian rehabilitasi tatap dibatasi prosedur formil.
Bagi Herdiansyah, permintaan pertimbangan kepada MA tidak rumit. Bila punya niat dan kepekaan terhadap krisis, Prabowo seharusnya bisa segera mengusahakan itu.
Mengenai ini, Tempo sudah mencoba bertanya kepada Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi. Namun, dia belum membalas pesan Tempo.
Dosen Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan Prabowo melakukan langkah baik dengan pemberian rehabilitasi ini. Namun, dia meminta presiden untuk memberikan sanksi bagi aparat hukum yang telah membuat kasus ini menjadi riuh.
“Agar Presiden tidak dituduh mencari kesempatan isu penting ini. Kami nantikan langkah selanjutnya,” ujar dia saat dihubungi pada Kamis, 13 November 2025.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah melihat Prabowo terkesan sentimental dalam mengambil keputusan. Pada satu sisi, sikap ini baik karena melibatkan kebaikan Prabowo. Namun, di sisi lain, sikap itu anomali dan menjauhkan usaha memperbaiki tata kelola pemerintahan.
“Jika banyak mengandalkan insting personal, maka kekacauan hukum bisa terjadi,” ujar dia saat dihubungi, Kamis, 13 November 2025.
Dedi sepakat tindakan rehabilitasi kepada dua guru itu merupakan tindakan baik. Namun, di sisi lain, Prabowo juga pernah memberikan abolisi kepada terpidana kasus korupsi impor gula Tom Lembong dan amnesti kepada Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto.
Menurut Dedi, sikap Prabowo yang mudah memberikan rehabilitasi, abolisi, dan amnesti akan membuat bingung masyarakat. Masyarakat akan bingung terhadap sikap Prabowo dalam menentukan siapa yang cocok dan dasar pertimbangan memberikan rehabilitasi, abolisi, dan amnesti kepada seseorang.
“Publik akan kesulitan pada saat mana ampunan atau rehabilitasi itu diputuskan, dan saat apa tidak diputuskan. Kebingungan ini akan muncul jika Presiden abai terhadap ketentuan hukum,” kata dia.
Dedi menyarankan presiden memerlukan penasihat bidang hukum yang mumpuni. Penasihat itu tidak semata fokus soal birokrasi hukum. “Tetapi agar tata kelola kekuasaan dijalankan dengan proporsional,” ujar dia.
Pilihan editor: MK Tolak Permohonan Jabatan Kapolri Setingkat Menteri
